Tampilkan postingan dengan label Tulisan Lepas. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Tulisan Lepas. Tampilkan semua postingan
Penglihatan

Ketika kita sedang memperhatikan orang lain, maka selalu lihatlah kebaikan-kebaikannya, jangan sampai berpikiran negatif. Siapa tahu ia bisa selamat dengan sifat kasih sayang dan kemurahan-Nya. Saat ia melakukan kesalahan atau kemungkaran, boleh jadi apa yang kita lihat itu menjelma sebuah ujian bagi kita. Maka jika kita benar-benar menyayanginya, kita hanya perlu mengingatkan secara pribadi, dengan kalimat-kalimat yang baik. Kebanyakan orang tidak demikian, di dalam hatinya malah tumbuh penyakit prasangka dan kebencian, bahkan memberitakan dan membicarakan bersama banyak orang. Dalam kasus ini, boleh jadi kita yang malah tidak akan selamat. Kita tidak boleh membenci siapa pun, kita hanya boleh untuk tidak menyukai sesuatu yang dilakukannya, bukan orangnya.

Saat kita sedang memperhatikan diri sendiri, maka selalu lihatlah keburukan-keburukan kita, jangan merasa bisa selamat hanya dengan prestasi amal. Siapa tahu kita tidak bisa selamat dengan sifat keadilan-Nya. Saat kita melakukan kebaikan, boleh jadi apa yang kita rasakan menjelma sebuah ujian bagi kita. Maka jika kita benar-benar menyayangi diri kita sendiri, perbanyaklah memohon ampunan. Semakin banyak kita melakukan kebaikan seharusnya semakin banyak pula kita memohon ampunan dan meminta keselamatan. Jangan sampai melebih-lebihkan diri di atas orang lain. Karena kebaikan kita pun berasal dari-Nya.

"Apa yang kau lihat belum tentu merupakan hasil dari pandangan kalbumu yang bening," begitu kata Gus Mus dalam salah satu cerpennya. Sudah menjadi keniscayaan, setiap manusia senantiasa dilengkapi oleh patahan-patahan waktu, dilengkapi dengan perangai baik-buruk, dan dengan dirinya yang tidak sempurna.

Semakin banyak belajar, kita akan menemukan ada begitu banyak orang-orang baik di dunia ini. Semua orang itu baik. Tuhan telah memberi anugerah penglihatan yang baik. Maka di saat kita berpikir ada orang yang tidak baik, berarti ada yang salah dengan penglihatan kita.

Setiap dari kita sedang belajar mencintai. Menemukan setiap warna kebaikan di sepanjang penglihatan, untuk kemudian kita tanam dan rawat di pekarangan kalbu. Kita juga sedang belajar membuang kebencian. Menghapus gumpalan-gumpalan hitam yang menyesakkan dada.

Konon, semakin tinggi derajat seseorang, maka ujiannya pun akan semakin besar. Kita pasti ingat kisah seorang ulama besar, punya ribuan santri yang kesemuanya bisa terbang di langit. Tapi di akhir hayatnya ia malah ditakdirkan tidak selamat, karena terpedaya oleh rajanya Iblis. Na'udzubillah tsumma na'udzubillah min dzalik. Kalau boleh dipikir, lebih enak menjadi orang biasa, karena ujiannya tidak terlalu besar, paling cuma diganggu oleh golongan setan yang kecil-kecil dan lucu, kemungkinan bisa juga diajak bercanda, atau sekali-kali kita tipu, dan kita ajak ke dalam kebaikan. Hehehe. ~

Mukhammad Fahmi
You're Still Growing

Sebagian besar waktu manusia digunakan untuk self talk atau berbicara dengan diri sendiri. Secerewet apapun manusia masih jauh lebih banyak ia berbicara sendiri dengan hatinya daripada berbicara dengan mulutnya. Setiap dan segala pembicaraan akan terekam dan tumbuh menjelma doa dalam tubuhnya karena sebagian besar tubuh manusia adalah air. Sebagaimana yang pernah kau pahami, air merupakan makhluk yang sangat peka jika ia diberikan kalimat-kalimat. Air merupakan penghantar yang baik. Maka berhati-hatilah dalam setiap pembicaraan, baik bersama diri maupun bersama manusia.

Jika engkau ingin berbicara, berbicaralah bersama Allah, jangan bersama dirimu sendiri. Sebab di dalam diri manusia tertanam sebuah makhluk tak kasat mata, yang akan menjerumuskanmu ke jalan yang begitu menyedihkan.

Kau mungkin sudah sedemikian jauh. Kau tak akan sampai.

Sekarang, lihatlah Allah dalam segala sifat-sifat-Nya, dalam segala sesuatu, dalam setiap waktu, dalam segala hal. Berbicaralah dengan-Nya. Engkau akan memiliki dunia tersendiri bersama Allah. Sebuah dunia yang jauh lebih luas dari sekadar bola bumi beserta seluruh permasalahan yang tak habis-habisnya. Engkau tak akan sibuk melihat gambar dan rupa selain zat-Nya. Engkau tak akan sebal atau bahagia yang sementara hanya sebab merasakan manusia-manusia atau segala kejadian. Engkau tak akan lelah memikirkan dunia dan berulang kali menyalahkan keadaan. Karena yang engkau pandang hanya Allah, bukan yang lain. Hidupmu akan jauh lebih tenang diselimuti rahmat dan fadhol-Nya. Damai dalam ruang pribadi dan dunia tersendirimu bersama Allah Azza wa Jalla, yang Maha Ada, yang Maha Lembut. Cahaya Maha Cahaya yang tak pernah menyilaukan mata. Cahaya yang akan menuntunmu ke jalan abadi yang membahagiakan. Yang akan membuat seluruh permasalahan itu menjadi bahasa yang lebih sederhana untuk kau nikmati sebagai bahan gurauan.

Saya menulis ini karena ingin mengingatkan diri saya sendiri. Saya mungkin sudah sedemikian jauh. Saya merindukan diri saya sendiri. ~

Mukhammad Fahmi
Media Sosial

Setiap hari. Setiap waktu. Setiap jam. Setiap menit. Orang-orang tak pernah lupa membuka media sosial. Semua nama media sosial. Beberapa dari mereka hanya suka melihat kabar dan status. Beberapa yang lain senang menulis dan memperbaharui statusnya. Ada juga yang tidak peduli dan acuh dengan status orang-orang. Bahkan ada pula yang benci sekali dengan status; fa innii laa ubaali bikum.

Bagian Satu.
Status. Ehe.

Setiap hari. Setiap waktu. Setiap jam. Setiap menit. Orang-orang tak pernah lupa membuka media sosial. Semua nama media sosial. Beberapa dari mereka hanya suka melihat kabar dan status. Beberapa yang lain senang menulis dan memperbaharui statusnya. Ada juga yang tidak peduli dan acuh dengan status orang-orang. Bahkan ada pula yang benci sekali dengan status; fa innii laa ubaali bikum.

Terlepas dari semua itu. Kini. Wajah kebenaran semakin kabur. Kakanda Rasul pernah bercerita, bahwa kelak semakin bertambahnya waktu, umatnya akan semakin jauh dari kebenaran. Dan kini, kita telah benar-benar melihatnya bersama.

Ada orang-orang yang sibuk dengan membuat status setiap waktu. Baik itu status serius tentang kebaikan, status guyonan, sampai status yang mungkar. Semua pembuat status itu sama-sama sibuknya (termasuk orang yang nulis ini, Ehe). Membuat waktunya menjadi hilang dan terlupa kepada Yang Memberikan kehidupan.

Status hari ini lebih tidak bisa dipercaya sama sekali. Apakah orang-orang itu menulisnya dengan sungguh-sungguh ataupun hanya citra. Apalagi kini tersedia tombol like, love, komen, subscribe, follow, dan lain sebagainya yang hanya akan membuat si pembuat status merasa diperhatikan, disanjung, dan mempopularitaskan diri. Juga media sosial kini telah dilengkapi dengan fitur status privacy, only share with, last seen privacy, about privacy, blocked contact, read receipts privacy, sampai pada mute Fulan's status updates. Adanya fitur-fitur menyebalkan inilah yang membuat hubungan kita menjadi renggang dan saling curiga satu sama lain. Ehe.

Yang paling menyedihkan adalah ketika status itu dibarengi dengan foto-foto centil dan bahkan video manja. Alih-alih captionnya untuk mengajak membaca alquran semisal, tapi fotonya sama sekali tidak cocok dengan apa yang ada di captions. Sering terjadi. Upload foto manja, wajah dicoret-coret, pakai caption "Abaikan muka." Lalu ada yang membuat status, "Assalamu'alaikum calon imam," nah akhirnya para ikhwan pada berebutan menjawab, "Wa'alaikum salam calon makmum," hadeeehh. Ada pula yang membuat status, "Hijrahku ini untuk mengejar cinta Allah, bukan mengharap pujian dari manusia." Sembari memosting foto-foto hijrahnya. Yah, kalau mau hijrah ya hijrah saja, Ukhty wa Akhy, lakukan dengan istiqomah dan ikhlas, ndak perlu pakai posting-posting begitu. Memangnya Tuhanmu ada di media sosial? Kalau semisal mau istigfar ya tinggal istigfar aja, Ukh, ndak perlu teriak-teriak di media sosial. Bukankah Tuhan itu Maha Mendengar. Kalau semisal mau menegur teman ya tegur aja dia secara langsung pada orangnya dengan sembunyi-sembunyi, tanpa mengumumkan di media sosial. Media sosial itu agar kita bisa saling berkomunikasi dengan baik, bukan mengumumkan orang-orang yang salah.

Mari kita kembali lagi. Allah telah melarang perempuan untuk memperlihatkan kecantikannya kecuali pada suami dan mahramnya. Maraknya foto-foto centil dengan captions agama yang beredar di media sosial ini sungguh tidak baik. Membuat banyak mata lelaki menjadi berlama-lama memandang yang pada akhirnya menyebabkan dosa jariah. Sudah dosa. Jariah pula! Padahal yang paling berbahaya adalah ketika seseorang tidak merasa hina atas dosa-dosanya. Behh. Pokoknya hapus ya, Ukh!

"Jangan menjadi rembulan yang setiap mata lelaki bisa memandang. Jadilah seperti mentari yang mampu menundukkan setajam apapun sorotan mata lelaki," begitu kata bumi, Ehe.

Masih banyak kita temukan orang-orang di sekitar kita yang tidak mengerti (atau lebih tepatnya tidak mau tahu/masa bodoh) dengan segala yang berhubungan dengan hukum. Katanya kaku lah, atau apalah. Itu masih berada dalam tangga hukum, belum lagi menaiki tangga yang lebih tinggi, semisal perjalanan, dan selanjutnya cinta.

Hal yang ingin saya bahas di sini. Mengapa memang seharusnya perempuan tidak boleh mengupload fotonya di media sosial atau menampakkan kecantikan wajah pada lelaki ajnabi (orang lain) atau yang bukan mahram. Jika bagian kaki perempuan harus ditutupi kaus kaki karena termasuk aurat, maka seharusnya wajah perempuan pun wajar dan pantas ditutupi. Sebab, nyatanya wajah perempuan jauh lebih menggoda dan menarik dibandingkan dengan telapak kakinya. Nah!

Perihal batasan aurat perempuan ketika salat dan ketika bersama mahram telah sedemikian jelas. Yang paling banyak berbeda pendapat adalah batasan aurat perempuan ketika bersama dengan ajnabi. Meskipun para ulama empat madzhab ahlussunnah terjadi berbeda pendapat, bahkan di kalangan madzhab imam Syafi'i pun timbul tiga pendapat, yakni wajib, sunnah, dan khilaf aula, namun pendapat yang mu’tamad dalam madzhab imam Syafi’i adalah bahwa aurat perempuan dalam konteks yang berkaitan dengan pandangan pihak lain (al-ajanib) adalah semua badannya termasuk kedua telapak tangan dan wajah. Ehe.

Disebutkan pula, bahwa lelaki ajnabi tidak boleh melihat wajah perempuan kecuali ketika hanya untuk mengajari surah alfatihah saja (bukan surah yang lain) untuk mengetahui benar tidaknya makhraj dan bacaannya. Dan juga lelaki ajnabi yang mempunyai niat untuk melamar boleh melihat wajah dan telapak tangan sebelum menikahinya.

Nah, boro-boro wajah ditutup, kaki saja masih sering dibuka tanpa alas kaki kok. Ehe.

Mengutip dhawuh ustaz Halimi, "Bila lumpur mengenai rokmu masih bisa untuk dicuci. Tapi bila kau angkat dan kelihatan auratmu, cukupkah kau mencucinya dengan air?" Betapa dalam sekali. Syukron, Ustaz. Bukan air yang akan mencucinya, melainkan adalah api.

Maka jangan pernah jatuh cinta pada kecantikan seseorang. Jatuh cintalah pada pikirannya, karena di sanalah sesungguhnya engkau akan hidup dan tinggal. Ehe.

Bagian Dua.
Ruang Gibah Berjamaah. Ehe.

Kemudian. Ada orang-orang yang sibuk mengurus tingkah dan urusan orang lain. Perihal kabarnya, hubungan asmaranya, kegiatan harian, atau bahkan tentang kegiatan politiknya. Semua dan segala sesuatunya ditulis dan diberitakan di media sosial. Kalaupun dengan genre berita menjadi kaku, kini sudah ada berbagai ruang yang sangat terbuka di media sosial untuk membuat semua orang menjadi tertawa, atau lebih tepatnya menertawakan orang yang dibicarakan. Tapi sayang, orang-orang itu tidak kunjung mengerti kalau sesungguhnya sedang memakan bangkai secara berjamaah. Hal ini pula yang membuat penulis menjadi tidak krasan mendengar bacotan orang kantor, Ehe. Di samping jumhur 'ulama telah menyatakan di berbagai kitab bahwa bunga merupakan riba. Padahal sekarang hampir di setiap belahan bumi telah menggunakan sistem ini. Lalu bagaimana cara mencucinya jika sudah mendarah daging. Jawab sendiri lah. Ehe.

Yang berhak menulis cerita hanyalah Tuhan. Adalah kalam-Nya. Tentu tujuan utamanya adalah sebagai pembelajaran bagi hamba-hamba-Nya. Saat ini, sekalipun ruang gosip itu memiliki tujuan untuk membuat orang tersebut malu dan jera, hal itu tetaplah tidak baik. Sebab setiap insan pasti punya celah. Dan yang paling mengetahui hanyalah Tuhan. Memang kamu tahu apa. Tahu apa tempe. Ehe.

Bagian Tiga.
Hamba Popularitas dan Lunturnya Keyakinan. Ehe.

Dan lagi. Kehidupan dunia dengan segala kefanaannya. Setiap hari kita selalu disuguhkan berbagai macam berita dan peristiwa yang menyesakkan dada. Benar-benar menyesakkan dada!

Orang-orang lebih suka mengejar pundi-pundi like, subscribe, follow di akun media sosial. Dan dari jumlah pengikut dapat kita lihat, orang-orang yang sedang menyembah popularitas. Tak peduli mereka yang secara terang-terangan mempertontonkan kemungkaran sampai pada yang mengajak kebaikan sekalipun. Nyatanya, mereka menjual popularitas itu kepada Google Adsense untuk kemudian bisa ditukar dan mendapatkan dolar di kantong mereka. Jadi sudah sangat jelas di sini, mereka tak berniat melakukan dakwah, melainkan menjual Tuhan dengan materi. Ehe.

Bagian Empat.
Perihal Seseorang yang Merindukan Dirinya Sendiri. Ehe.

Orang itu tak pernah mendebat manakala ada yang bertanya apa agamanya. Ia hanya merindukan jawaban yang keluar dari mulutnya, "agamaku adalah air yang akan membersihkan pertanyaanmu."

Orang itu tak pernah menyalahkan waktu. Ia hanya memaki dirinya sendiri, yang tak bisa lepas dari jerat jeruji keramaiannya. Yang membuatnya senantiasa terlupa.

Orang itu tak pernah memarahi zaman. Ia hanya mencaci dirinya sendiri, yang tak bisa keluar dari seret arus pekatnya. Yang membuatnya mengikuti berbagai warnanya.

Orang itu tak pernah membenci orang-orang. Ia hanya memaki dirinya sendiri, yang merasa diri menjadi paling. Yang membuatnya menjadi tak bisa melihat diri.

Betapa tidak penting kata dan kalimat yang ditulis hanya untuk citra. Sungguh tidak penting memosting foto yang diunggah hanya untuk pengakuan. Pun sungguh tidak penting menilai baik-buruk hanya dari profil dan penampilan. Di seberang sana, ada seseorang yang rindu menjadi dirinya sendiri, juga menjadi hamba Tuhan, bukan hamba publik. Ia merindukan hati yang lembut, bukan hati yang gersang. Ia merindukan kesejatian, bukan kemunafikan.

Bagian Lima.
Yang Fana Adalah Waktu. Ehe.

Tidak ada satupun orang yang benar-benar peduli dengan nasib kita. Pun tidak ada sedikitpun orang-orang yang benar-benar bisa dipercaya kecuali diri sendiri, kekasih yang sejati, dan barangkali orang-orang kesayangan kita.

Maka sesungguhnya kita tak perlu sibuk melihat orang lain. Setiap manusia punya jalan masing-masing. Toh bukankah manusia selalu bisa mencari pengetahuan setiap waktu dengan adanya semua teknologi masa kini yang sangat dapat dengan mudah mengajari manusia-manusia milenial. Bagus itu. Meski ada satu-dua yang berniat untuk benar-benar belajar. Tapi kebanyakan lebih suka menganggap sebagai tren hijrah dan eksis saja, tanpa substansi kesungguhan di dalamnya. Tuhan bisa melihat itu semua, Sayang.

Tapi tidak. Sungguh tidak. Manusia hari ini lebih suka mencari pengetahuan yang hanya berkaitan dengan materi dan kehidupan dunia. Sedang perihal agama dan kehidupan akhirat yang nyata adanya jarang sekali dibaca. Betapa menyedihkan.

If my time has come, I don't want anyone to beg. Not even you. And I will care even less. Fa inni laa ubaali bikum!

Terakhir, saya ingin menutup status ini dengan kalimat sakti Pak Sapardi di salah satu puisinya, "Yang fana adalah waktu."

Waktu setiap hari selalu berdenyut. Tapi tidak untuk suatu hari nanti. Dan setiap manusia kelak akan sendiri-sendiri untuk menghadap Tuhannya. ~

Omah Sinau Koma.
Diketik dengan hape, 06.04.19. Ehe. ~
Mukhammad Fahmi.
Majelis Iqro
Oleh: M. Fahmi

Satu. Membaca perasaan alam.


Kenapa orang-orang masih belum kunjung juga mengerti bahasa yang disampaikan alam. Isyarat bahwa alam sudah sedemikian muak dengan tingkah laku manusia-manusia di muka bumi yang terlampau jauh dari rel kebenaran. Bahasa yang baru saja disampaikan alam kepada penduduk di pulau Lombok, Sulawesi, Situbondo, Bali, dan masih banyak lagi.

Jangan anggap bahwa ini hanyalah kejadian alam biasa. Lihatlah bagaimana alam dengan tidak main-main telah menghancurkan umat-umat nabi terdahulu. Bagaimana air laut telah menenggelamkan Fir’aun beserta ribuan bala tentaranya di Laut Merah. Perihal umat nabi Luth yang seluruh kotanya diangkat ke langit kemudian dijatuhkan ke bumi dengan begitu dahsyatnya. Tentang banjir besar yang menenggelamkan umat nabi Nuh, termasuk anak dan istrinya. Tentang angin dengan bunyi guruh yang menggelegar hingga didatangkan pasir yang menimbun dan membinasakan umat nabi Hud. Perihal hawa panas yang teramat sangat hingga melenyapkan umat nabi Syu’aib. Tentang hancurnya negeri Anthakiyah  terkena suara yang sangat keras. Perihal jebolnya bendungan besar Ma’arib hingga air bah yang menenggelamkan kaum Saba. Atau tentang seluruh penduduk kota Eliah yang dilaknat hingga semua manusianya menjadi kera. Dan masih banyak lagi peristiwa alam yang tak tersebutkan.

Manusia-manusia harusnya mengerti, mengapa alam menggeliat, menampakkan kekuatannya. Tentu semua itu terjadi bukan karena tanpa sebab. Lihatlah upaya nabi Nuh yang berdakwah selama sembilan ratus tahun, namun yang beriman hanya 80 orang. Kaumnya, termasuk anak dan istrinya telah mendustakan dan mengolok-olok Nabi Nuh. Tentang kaum ‘Ad yang mendustakan kenabian nabi Hud. Kaum Tsamud yang mendustakan nabi Sholeh. Umat nabi Luth yang melakukan perbuatan menyimpang (homoseksual dan lesbian) serta tidak mau bertaubat. Kaum Madyan (umat nabi Syu’aib) yang suka melakukan penipuan dan kecurangan dalam perdagangan. Penduduk Aikah yang menyembah sebidang padang tanah dengan pepohonan yang rimbun. Bani Israil yang keras kepala dan mendustakan nabi Musa dan nabi Harun, juga Fir’aun yang mengaku sebagai tuhan. Golongan Ashab Al-Sabt yang fasik dan melanggar perintah Allah. Kaum Ashab Al-Rass yang menyembah patung berhala dan membunuh dan membuang utusan Allah ke dalam sumur. Kaum Ashab Al-Ukhdudd yang menceburkan orang-orang yang beriman ke dalam parit yang telah dibakar. Kaum Ashab Al-Qaryah yang  mendustakan rasul Allah. Kaum Tubba’ yang melampaui batas dan ingkar kepada raja yang beriman. Kaum Saba yang tidak menghiraukan peringatan nabi Sulaiman. Dan sebagaimana yang lain.

Saya kira dengan kita mau membuka lagi kitab-kitab yang bermuatan sejarah, maka kita akan mengerti, mengapa alam mengambil keputusan untuk melenyapkan manusia-manusia. Umat nabi Muhammad merupakan umat yang sangat istimewa, di mana azab tidak ditampakkan secara langsung kepada seseorang yang berdosa sebagaimana umat nabi-nabi terdahulu. Di antara hikmahnya adalah agar umat nabi Muhammad bisa bertaubat sebelum meninggal. Namun di zaman sekarang, sudah banyak manusia yang melampaui batas, hingga kita bisa menyaksikan alam-alam yang mulai menggeliat. Hari yang pasti itu sudah akan sedemikian dekat, sementara manusia-manusia semakin rusak.

Dua. Membaca diri.


Hal yang paling penting dalam kehidupan sesungguhnya adalah menemukan hakikat diri. Siapa sesungguhnya saya. Untuk poin yang ini mungkin kalian bisa membaca selengkapnya di sini. Hehe.

Tiga. Membaca proses.


Ada banyak hal yang ingin kuceritakan di poin ini. Mulai dari pengalaman pertama kali bekerja, juga pengalaman pertama kali kos. Sesuatu yang sangat berbeda kurasakan.

Saya sebenarnya tidak begitu yakin mengambil perusahaan ini sebagai awal dari karier saya. Tapi mau bagaimana lagi, daripada tidak ngapa-ngapain, lebih baik mencari pengalaman kerja. Dan di sinilah saya melihat semuanya.

Flashback.

Sebelum bekerja di perusahaan ini, saya sudah mengirim sekitar dua puluh lamaran ke berbagai instansi dan perusahaan. Tapi tak ada kabar sama sekali dari instansi dan perusahaan itu. Baru ketika satu ahad setelah wisuda, saya pertama kali dihubungi oleh suatu perusahaan agar datang ke perusahaan untuk melakukan wawancara. Betapa senangnya saya waktu itu. Namun senang saya mendadak hilang setelah pulang dari wawancara. Saya dijelaskan mengenai jobdis bekerja sebagai quality control. Setiap hari survei di lapangan. Ada target yang harus dicapai per bulannya. Sedang saya adalah tipe orang yang tidak bisa bekerja di bawah tekanan. Pun saya belum hafal betul, daerah-daerah di Tuban dan sekitarnya. Tapi pada waktu itu, saya diberi pilihan untuk menjadi credit admin, yang tugasnya adalah input map, cek blacklist, membuat logbook, dan lain sebagainya. Pokoknya tugasnya itu seharian malai dari pukul delapan pagi sampai pukul delapan belas, bekerja di depan Pc. Saya sempat berpikir, mata saya mungkin akan cepat merasakan lelah. Saya diberi dua pilihan itu dan disuruh memberi keputusan besok setelah berdiskusi dengan orang tua. Saya sempat ragu, saya pikir-pikir kembali, berdiskusi dengan orang tua, dan akhirnya hari berikutnya saya memberikan keputusan. Keputusan yang akhirnya membuat saya harus mengikuti training sebagai credit admin.

Baru satu bulan setelah bekerja di sana, perusahaan dan instansi yang pernah saya kirim lamaran itu memanggil saya. Ada yang dari Malang, Jakarta, Surabaya, dan lain sebagainya. Tapi semua undangan itu saya tolak. La wong bekerja di sini saja masih belum benar-benar matang dan memahami. Saya pikir lebih baik mematangkan, menyelami, memahami celah kekuatan-kelemahan, baik-buruknya dulu di perusahaan ini, baru setelah itu bisa resign. Karier memang harus dimulai dari tangga bawah, untuk kemudian bisa sampai ke tangga yang tinggi.

Saya merupakan pekerja outsourcing dari perusahaan yang bekerja sama dengan vendor SJS. Pekerja outsourcing wajib menandatangani kontrak bekerja selama minimal enam bulan. Ya, sudahlah. Hitung-hitung juga belajar dulu. Enam bulan saya pikir cukup. Sebenarnya ada program khusus yang lebih menarik untuk orang-orang lulusan S1 jurusan tertentu, yaitu program MT (Management Trainee) di perusahaan pusat Jakarta sana. MT itu semacam sekolah, training, atau kuliah, sampai benar-benar matang untuk bisa dijadikan pimpinan divisi di cabang tertentu. Kalau ikut program MT paling sekitar tiga bulan, baru kemudian bisa jadi Head, dan bersedia ditempatkan di cabang di seluruh wilayah Indonesia. Pun juga harus menandatangani kontrak Head selama minimal dua tahun. Posisi Head tentu berbeda dengan posisi surveyor, marketing, karyawan, admin, dan lain sebagainya. Gajinya bisa empat kali lipat dari karyawan biasa. Namun itu jika lulus dari program MT. Makanya dari itu, lebih baik saya belajar di sini dulu, baru nanti kalau memang dikehendaki, bisa ikut program MT.

Empat. Membaca manusia-manusia.


Ternyata, tidak semua baik-baik saja. Ada celah yang ingin saya ceritakan dari perusahaan ini. Dan sampai saat ini, saya masih begitu ragu. Perihal apakah sampai nanti saya akan hidup dan menghidupi dari perusahaan ini. Ternyata, hampir sebagaimana sistem bank-bank di Indonesia. Perusahaan ini mendapatkan profit dari bunga dan denda pada setiap angsuran konsumen. Tapi orang-orang di perusahaan ini tidak pernah mau menyebutnya sebagai bunga. Mereka lebih bijak menyebutnya sebagai margin. Padahal bunga dan margin sudah jelas berbeda. Margin dipakai untuk usaha perdagangan. Sedang bunga kan tidak ada hubungannya dengan perdagangan. Semua ulama sepakat, kalau riba itu haram. Namun mereka berbeda pendapat perihal bunga bank, ada yang menyebutnya sebagai riba, ada yang menyebutnya bukan riba, karena mungkin, di zaman sekarang, orang tak akan pernah bisa terlepas dari bunga, sebab setiap orang menggunakan uang untuk berbelanja. Riba yang sudah benar-benar jelas adalah meminjam uang kepada seseorang dengan ketentuan mengembalikan uang lebih. Sehingga menurut hemat saya bahwa warna bunga masih abu-abu, alias tidak jelas. Dan alangkah lebih baik mengikuti pendapat ulama yang hati-hati. Membersihkannya dengan sedekah dan juga salat Dhuha.

Saya mengakui, orang-orang yang sudah lama di perusahaan ini sangat cerdas-cerdas. Mereka bisa menghitung di luar kepala. Bicaranya luar biasa. Saya pun masih belum bisa menangkap dengan baik setiap apa yang disampaikan oleh mereka. Namun, orang-orang di perusahaan ini kebanyakan mereka orang sibuk. Mempertaruhkan seluruh waktunya demi target dan dateline. Hingga habis waktu salat, mereka tak juga beranjak dari Pc untuk memenuhi salat. Padahal beragama Islam. Hanya orang-orang tertentu yang masih menjaga dengan baik salatnya. Kenapa orang-orang seperti ini. Apa sesungguhnya yang mereka kejar dan cari. Dunia, bukan akhirat.

***

Dulu, ketika saya masih belajar di sekolah atau di kampus, saya bertempat tinggal di pesantren. Di sana banyak saya jumpai orang-orang yang baik. Ada pengasuh yang setiap pagi selalu memberi mutiara hikmah. Ustaz-ustaz yang senantiasa membagikan ilmunya. Dan teman-teman yang selalu mengingatkan.

Dan kini, saya sudah tidak lagi di tempat yang senantiasa menjanjikan kedamaian itu. Hidup di kos, sungguh terasa hampa, tanpa cahaya. Saya seperti kehilangan sesuatu yang saya rindukan.

Saya tidak mengetahui. Di gerbang depan, hanya bertuliskan, “Terima Kos.” Saya benar-benar tidak mengerti. Baru setelah dua-tiga hari, la kok ada perempuannya. Waduh, ternyata ini kos bukan cuma untuk putra saja. Ya sudahlah. Namanya juga terlanjur. Orang-orang di kos ternyata juga seperti itu. Kebanyakan mereka bergadang sampai malam di beranda, cowok-cewek pula. Aku tak pernah peduli karena begitu pulang dari kantor, waktuku hanya cukup untuk salat dan makan, setelah itu aku sudah hilang ditelan ngantuk. Aku sudah terbiasa tidur pukul delapan malam, hehe. Namun, hal yang paling membuat saya geregetan adalah, dari sekian tiga puluhan penghuni kos, hanya dua-tiga yang bangun pagi untuk kemudian berangkat ke Masjid terdekat. Sisanya, mereka bangun rata-rata pukul tujuh untuk kemudian berangkat mandi. Kebetulan tiga per empat penghuni kos adalah mereka yang memilih kamar mandi luar. Jadi begitu pagi pintu kamar kubuka, lingkungan kos terasa begitu sepi sebelum akhirnya mereka terlihat setelah matahari bersinar begitu terang. Rata-rata penghuni kos juga adalah pekerja, ada yang pedagang, pegawai, wiraswasta, dan lain sebagainya. Saya juga melihat, perempuan-perempuan itu berangkat bekerja, sama seperti saya jam delapan pagi. Perempuan-perempuan itu juga semua memakai kerudung ketika berangkat, tapi tidak ketika di kos. Namun ke mana mereka waktu pagi. Kalaupun karena uzur, kenapa setiap hari. Apakah kerudung hanya sebagai pemanis saja, seperti kata-katamu.

Kenapa orang-orang seperti ini. Sungguh, orang-orang baik itu ternyata sangat sedikit sekali kutemukan di sini. Aku sangat merindukan suasana di pesantren. Ternyata tidak semua orang yang berkerudung itu salehah. Itu namanya munafik, berwajah penipu. Tidak bisa kita menilai seseorang baik dari pakaian yang menutup aurat saja. Yang pakai kerudung saja begitu, apalagi yang tidak. Itulah sebabnya, aku harus lebih selektif kini. Bocah e apik tenan opo ora. Salat opo ora. Iso diajak apik opo ora. Kepiye mene ngajari anak. Sebab jika tidak bisa diajak ke jalan yang hakiki, aku sendiri yang akan merugi, sebab kelak terseret olehnya ke dalam jurang yang paling curam. Sungguh, aku, mencintai orang-orang yang berwajah cahaya, yang berhati jujur. Sekian.

Semanding, 21.10.2018
#Ahad Koma Berkarya
Mukhammad Fahmi.

Sudahlah; Semacam Satire.

Sudahlah. Kan sudah berkali-kali aku katakan, berjuang itu tidak enak. Kamu sih tidak gampang percaya. Lebih enak itu melakukan yang pasti-pasti saja. Perjuanganmu itu butuh waktu lama, keburu kamu tua dan hasilmu pun tak seberapa.

Kamu kok ngeyel sih, mau nulis puisi perjuangan, artikel kebenaran, atau cerpen perlawanan. Percuma! Lebih asyik ngopi, jalan-jalan, atau tiduran di kamar. Kalau kamu nulis soal rakyat, terus isinya cuma kemiskinan dan kemelaratan. Buat apa! Toh keadaan memang begini adanya.

Atau kamu mau belajar membaur dengan masyarakat. Halah, buat apa. Lebih nikmat makan-makan dan ikut seminar motivasi penambah harta. Pokoknya kita fokus cari duit yang banyak saja. Masyarakat nanti pasti akan ikut kamu kalau kamu punya banyak duit dan membagi-bagikannya.

Apa? Kamu mau golput? Haha. Basi! Ayo memilih saja. Toh kamu nanti akan dikasih posisi yang enak dan duit yang bisa membuatmu tidur nyenyak. Memangnya sistem politik sebusuk itu. Tidak kan? Bukankah partai-partai itu memang berjuang untuk rakyat? Tidak hanya mencari duit dari modal-modal yang membuatnya bisa berdiri kokoh memegang daulat.

Oh, soal pertemanan. Kan aku dulu juga sudah bilang. Berteman itu sama yang penting dan kalau ada butuhnya sajalah. Jangan berteman dengan yang susah, nanti kamu ikut susah. Lebih baik tunggu saja temanmu yang sedang berjuang sekeras tenaga itu. Nanti kalau berhasil, temani dia. Kalau tidak, tinggalkan saja. Tidak usah kau tanya kabarnya dan dia sedang butuh bantuan apa. Karena nanti kalau dia cerita, hanya tambah menyusahkan kita saja.

Oh. Dia mengkhianati janji. Kan wajar. Kita harus saling mengkhianati. Buat apa jujur dan komitmen, nanti kita malah rugi dan hancur. Dunia semakin kejam, kita pun harus bersikap demikian.

Lalu temanmu pergi satu persatu. Ya pasti lah. Kan kamu semakin tidak memanjakan mereka. Dan mereka juga malas menemani perjuanganmu yang penuh resiko dan ketidaknyamanan itu. Kamu itu loh bisa terkenal. Terima saja tawaran pemodal-pemodal kaya itu. Buat apa menghabiskan waktu untuk mengajak teman-teman terdekatmu mandiri dan berdiri di kaki sendiri.

Kamu juga sudah sering ngasih kepercayaan kan, tapi mereka mengabaikannya. Lalu kamu tidak capek untuk kembali mengajak mereka. Mestinya kamu menyerah, buat apa coba. Mending kamu ngurusin diri sendiri saja, jadi penjilat atau penggunjing sana-sini. Mungkin itu bisa sangat menyenangkan hati.

Tapi kamu masih ngotot berjuang. Kamu kok nggak sadar-sadar sih. Kamu itu nggak punya apa-apa. Buat apa belajar bersama mereka tentang kelas pokok negeri kita, buruh, dan petani. Lalu kamu juga bilang bahwa kelas menengah, seperti mahasiswa dan pegawai mudah terombang ambing dan terjebak tipu daya. Dan kamu juga nyerocos tentang pentingnya menghargai mogok kerja buruh dan usaha petani mempertahankan lahan. Halah! Mending belajar cara cepat hidup kaya. Bukankah kalau kita kaya semua urusan bisa berjalan lancar dan sejahtera.

Dan lagi. Jangan banyak baca buku. Capek! Tau nggak. Lebih enak nonton video atau sinetron. Lebih enak lagi sambil main game online yang bisa menghasilkan uang berjuta-juta. Buku itu cuma trend masa lalu. Sekarang zaman sudah berubah. Kita tidak boleh menyerah dan kalah. Kita harusnya bersaing sampai tidak terasing, katanya mau melawan asing.

Jadi kamu tidak kehilangan niat? Masih mau berjuang? Kamu beneran mau hidup susah? Kamu sih sok ngomong proses itu penting. Berkesenian lah memperjuangkan pendidikan lah. Beragama lah. Menjaga lingkungan lah. Kamu loh tidak dapat keuntungan materi kan. Yang ada kamu malah rugi waktu dan tenaga.

Baiklah. Kalau kamu tetap mau seperti itu. Aku peringatkan sekali lagi ya. Nanti bisa jadi tidak akan ada seseorang yang mendampingimu. Hidupmu terlalu jauh dari gemilang harta. Mungkin kamu akan punya banyak pengalaman dan karya. Tapi buat apa! Kamu tidak akan mengisi rutinitasmu dengan hotel mewah dan restoran cepat saji. Kamu akan tua dan melihat temanmu yang berkhianat itu nyerocos di layar televisi. Kamu mungkin cukup bahagia dengan satu istri, rokok kretekmu dan kopi, tapi bagiku itu kurang. Kamu mestinya punya banyak istri, banyak selingkuhan, dan banyak istri simpanan. Sehingga duniamu benar-benar menakjubkan.

Sudahlah. Aku capek menasehati kamu. Kalau kamu berubah pikiran. Bilang ya.

Niscaya aku, kekayaan, dunia, dan kesenangan yang penuh kepalsuan dan kebohongan ini siap untuk menyambutmu.

Tak terasa kaki kita sudah sampai di sini. Di waktu yang telah dikabarkan oleh Kakanda Rasul Saw seribu empat ratus tahun yang lalu. "Tidaklah datang kepada kalian suatu masa kecuali setelahnya lebih kejam dari sebelumnya," begitu kata Rasul Saw dalam hadis yang diriwayatkan oleh imam Bukhari Ra.

Betapa kita telah benar-benar melihat. Menyaksikan dengan mata kepala kita sendiri tentang apa yang sebenarnya terjadi di hari ini. Apakah itu perihal pertentangan, permusuhan, kezaliman, dan lain sebagainya. Bahwa tubuh kita hampir sedemikian hancur, berurai, terpecah belah, tak lagi utuh. Yang pasti, ada dalang di balik semua ini, semacam pekerjaan haram, yang telah dibayar dan difasilitasi sedemikian rapinya untuk menghasut kita setiap saat, agar pandangan dan sikap kita atas persatuan dan kedamaian menjadi berubah. Sebab senjata api sudah tak layak pakai lagi, maka mereka menggunakan senjata hasut untuk merusak tubuh kita dari dalam.

Mari sejenak kita lupakan apa yang menjadi rel kebenaran bagi kita dan yang bukan. Apa yang menjadi ego kita dan yang lain. Bukankah para ulama dan pendiri terdahulu sudah sepakat untuk bersatu dan bersama-sama berjuang menurut apa yang diyakini masing-masing. Lakum dinukum waliyaddiin. Berbeda namun tetap satu.

Apalagi, kita sama-sama satu agama. Sama-sama mengucapkan syahadat, sama-sama salat, puasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat, dan menjalankan haji bagi yang mampu. Lalu apalagi yang mesti kita risaukan. Tak ada yang salah, bukan. Hanya mungkin cara pandang kita saja yang berubah. Sudah menjadi keniscayaan, apa yang dikatakan Rasul Saw, bahwa umat Islam akan terpecah menjadi 73 golongan. Dan kita tak bisa mengelak hukum alam itu, yang telah benar-benar kental di hari ini.

Hal yang tidak baik, yang paling sering terjadi adalah sikap saling hujat dan adu kebenaran masing-masing. Sekarang sudah sangat banyak, media online yang menjembatani percekcokan itu. Entah itu di fb, wa, ig, line, dan lain sebagainya. Meraka mendirikan kubu dan kelompok masing-masing, lalu menyelenggarakan pertandingan ideologi, bisa dibilang semacam debat publik. Entah itu berupa teks, gambar, video. Setiap admin bertugas menyebar kebenaran dari kelompoknya untuk membunuh paham yang bukan darinya.

Saya benar-benar miris sekali melihat semua ini. Tak peduli siapapun. Yang berdiri di atas rel kebenaran sekalipun dengan akalnya, menjadikan dalil untuk membenarkan diri, menyalahkan yang lain, kemudian menyulap segalanya. Dan seketika, bim sala bim!

Kalau boleh meminjam kalimat dari saudara saya yang sangat menggemaskan, Achmad Fauzi, kira-kira begini. Mengapa Tuhan menciptakan persaingan? Saya pikir proses ini memberikan dorongan bagi manusia untuk berlomba-lomba. Bagus, itu positif. Tapi di balik semua itu ada celah dan lubang besar yang nyata jika bisa dicerna lebih dalam lagi. Mereka melupakan satu hal yang paling penting; adakah Tuhan di dalam dirinya. Sebab orientasi perbuatan sudah tak lagi karena Tuhan, melainkan karena ingin mengungguli manusia lainnya. Mereka berlomba-lomba bahkan dalam hal ketuhanan sampai lupa di mana posisi Tuhan dalam hatinya. Tipis dan naif? Memang, manusia adalah tempatnya. Silakan konstruksi ulang niat dan orientasi. Pingin tak cekel tengkorak sirahe, banjur tak kepruk e! Tak isine hal-hal sing berguna. Tapi gak wes, gak jadi. Selamat bertafakur, selamat ngopi!"

Apalagi yang diperdebatkan hanyalah masalah-masalah kecil, yang furu'iyyah, yang masih banyak terjadi perbedaan di kalangan para ulama. Sudahlah, jangan lagi berdebat ya. Kumohon, jangan. Kita kan sudah saling memahami, bahwa kebenaran mutlak hanya milik Allah.

Saya tidak pro dan kontra terhadap siapapun. Namun bukan berarti saya tak punya pijakan. Jika mereka datang kepada saya dan menggelar berbagai dalil, saya iya-iya saja. Nggah-nggih saja. Betapa saya hanya tak ingin menyinggung yang lain. Saya hanya ingin menghormati apa yang menjadi keyakinan mereka. Saya amalkan sembunyi dan terang-terangan sebagai apa yang saya yakini. Betapa saya menginginkan suasana yang harmonis. Suasana yang romantis.

Terhadap siapapun saja kita mesti berprasangka baik. Ada rahasia di balik segala penciptaan ini. Ada kisah yang sangat menarik. Suatu ketika datang seorang Badui penyembah berhala kepada Rasul. Ia berkata, "wahai Muhammad. Aku ingin bertanya. Siapa sesungguhnya Tuhanmu itu? Terbuat dari apakah ia? Apakah dari batu, atau emas, atau perak?" Saat itu Rasul bersama Abu Bakar Ash-Shiddiq, yang segera berkata, "ya Rasul, izinkan hamba memenggal kepala orang ini..!!" Rasul begitu tenang dan menjawab, "lho-lho, jangan dibunuh, Abu Bakar, bersabarlah sebentar." "Tuhanku adalah Allah, Tuhan dari segala penduduk langit dan bumi. Semua makhluk bertasbih kepada-Nya," lanjut Rasul kepada orang Badui itu. "Kalau begitu tunjukkan aku buktinya, aku ingin tahu kebenaran ucapanmu," kata orang Badui. Kemudian lewat di antara mereka seekor keledai. Lalu Rasul berkata, "wahai keledai, katakanlah siapa tuhanmu?" Tanya Rasul. Kemudian keledai itu menjawab, "Tuhan saya adalah Allah, Tuhan paduka juga, yang menjadi raja di langit dan bumi." Dan coba tebak, apa yang terjadi sesudahnya. Orang Badui itu seketika masuk Islam. "Sebelum ini, engkaulah orang yang paling kubenci. Tapi setelah melihat apa yang baru saja terjadi, engkaulah orang yang paling kucintai. Engkau begitu kasih sayang, sekalipun kepada orang yang telah mencelamu, maafkan hamba ya Rasul," ungkap orang Badui itu. Dan setelah pulang, ia menjumpai seribu orang Badui yang semua membawa pedang untuk membunuh Rasul. "Di mana Muhammad sekarang?" Tanya pemimpin pasukan itu. Seketika orang Badui tadi memberhentikan mereka. "Sebentar, tunggu dulu." Lalu ia menceritakan kejadian yang baru saja terjadi. Dan akhirnya, seribu orang Badui yang hendak membunuh Rasul itu beriman semua. Tuh, lihat. Apa yang terjadi jika saja Rasul membunuh orang Badui tadi, maka orang Badui itu bersama seribu orang Badui lainnya tidak akan masuk Islam. Betapa ramah dakwah Rasul itu. Sekalipun beliau dihujat, tapi hati beliau tetap lapang, tidak marah dan membalas menghujat. Tidak seperti orang-orang sekarang ini. Andai orang-orang bisa berdakwah seperti ini, berdakwah dengan kasih sayang, tanpa menjatuhkan yang lain. Mengerti segenap latarbelakang masyarakat dan bagaimana seharusnya berdakwah.

Sekali lagi, sesama muslim yang sama-sama menjalankan lima rukun islam kita tak perlu bertengkar lagi, tak perlu memperdebatkan perkara yang kecil-kecil itu. Yang perlu kita kerjakan saat ini adalah apa yang telah benar-benar nyata di mata kita, suatu kezaliman dan kemungkaran yang dilegalkan. Bahwa amar ma'ruf itu penting, tapi jangan sampai melupakan nahi mungkar. Iman kita sungguh tipis sekali. Lemah. Melihat semua kezaliman dan kemaksiatan, kita mungkin hanya bisa meneguhkan dalam hati. Padahal itu adalah iman yang paling lemah. Sebagimana bahwa, jika kita melihat suatu kemungkaran maka cegahlah dengan tanganmu. Jika tidak bisa, maka cegahlah dengan lisanmu. Dan jika masih tidak sanggup, maka kita harus mengingkarinya dengan hati. Itulah selemah-lemahnya iman.

Baru-baru ini saya melihat halaman fb bernama "Up Indonesia." Halaman fb itu tidak mutu sekali. Tiga ratus lima puluh ribu orang menyukainya. Betapa saya ingin memblokir halaman itu. Halaman itu memuat orang-orang yang dengan beraninya, dengan terang-terangan menunjukkan perilaku mungkar, ndak malu ya cerita kebejatannya sendiri di publik. Presenternya juga, ngapain pakai acara wawancara seputar hal gak genah gitu.. Astaghfirullah.. 😭 Ternyata benar, ya Rasul, kabar masa depan yang telah paduka ceritakan 1400 tahun yang lalu. Kebenaran kin sudah diinjak-injak, dan mereka berani-beraninya mempertontonkan zina dan kemungkaran di jalan-jalan. Hal yang tak biasa semakin menjadi hal biasa. Sedang hal yang biasa semakin menjadi aneh dan tak biasa.

"Jika zina dan riba sudah muncul di sebuah negeri, maka mereka telah menghalalkan azab yang ditetapkan Allah," (HR. Imam Baihaqi).

“Akan datang kepada manusia, di mana tahun-tahun penuh kebohongan. Saat itu pendusta dibenarkan, orang yang benar justru didustakan, pengkhianat diberikan amanah, orang yang dipercaya justru dikhianati, dan banyak orang bodoh yang berbicara di depan publik,” (HR. Ibnu Majah dan Imam Ahmad).

"Sesungguhnya Allah tidaklah menghapuskan ilmu begitu saja dari manusia. Tapi dihapuskan dengan mewafatkan ulama, sampai ulama tidak tersisa. Manusia pun mengambil tokoh-tokoh bodoh, lalu mereka ditanya, dan berfatwa tanpa ilmu sehingga mereka sesat dan menyesatkan," (HR. Imam Bukhari).

"Kita seharusnya malu. Sebagai warga akademis dan pesantren kita malu. Ilmu ditumpuk-tumpuk untuk apa kalau tidak bisa membantu membuat kehidupan yang damai. Kita merasa bersalah karena tidak bisa turut ikut mencegah kemungkaran. Kita seharusnya bisa. Tapi nyatanya tidak demikian. Kita hanya stagnan dan melihat semua itu berjalan-jalan di hadapan mata kita. Maka lebih dari berbelasungkawa, ini seharusnya menjadi tamparan, betapa kita tidak sedang melakukan upaya apapun untuk kehidupan. Maka Kumohon kuatkan iman kami, Kakanda Rasul. Selamatkan islam kami," (HR. Achmad Fauzi). 😅🙏

Sungguh, permusuhan itu menciptakan atmosfer dan cuaca yang buruk. Mendung hitam di sana sini. Hari yang kelam dan menakutkan. Sudahlah, kita jangan ikut-ikutan mereka yang mudah sekali terbakar. Lebih baik sayangi lemak kita. Bukankah kita sudah berjanji untuk setia sehidup semati. Bersedia menerima setiap kekurangan dan kelebihan kita masing-masing. Melengkapinya dengan doa-doa yang berhamburan di laut dan angkasa. Mari kita kubur rasa benci di antara kita. Kita semai dan rawat benih-benih kebaikan dan rasa cinta di dalam hati. Betapa indah cinta itu. Alangkah indah kerinduan itu. Alangkah indah kedamaian dan kasih sayang itu. Betapa indah keharmonisan dan keromantisan itu. Sungguh indah sekali keindahan itu. Sungguh rugi dan kasihan sekali mereka yang tidak bisa memahami apa itu cinta.

Ah, sekian dulu la ya. Selamat malam. Selamat menunaikan ibadah apa saja yang dapat mendekatkan diri kepada Tuhan, semisal rindu.. 😇

Kota Rindu, akhir Juli, 2018.
Omah Sinau Koma.



Surat Itu Datang Juga
Oleh: M. Fahmi

~Tidak untuk dipercaya. Bukan nasihat. Cuma endapan proses belajar. Bisa jadi benar. Bisa jadi salah. Wallahu a'lam.~

Beberapa hari yang lalu, saya menerima surat. Surat yang tanpa identitas, beramplop merah jambu itu diantar oleh Pak Pos ke asramaku. Ku amati tulisan tangan itu. Dan aku, seprti mengenal tulisan itu. Masih sama persis semenjak tujuh tahun yang lalu, ketika aku membaca tulisannya. Sebelumnya saya meminta maaf, karena belum kunjung juga kubalas surat itu. Entahlah. Berikut isinya.

Sobat, ini adalah surat penuh luka dariku yang malang. Yang ditulis dengan penuh rasa malu setelah lama menimbang dan lama menunggu. Aku menahan goresan pena ini berkali-kali, air mata menghadang dan menghentikannya berkali-kali. Maka mengalunlah rintihan hati.

Sobat, setelah melewati usia yang semakin panjang ini aku telah melihat engkau menjadi orang dewasa yang memiliki akal sempurna dan jiwa yang matang. Maka sudah menjadi hakku atasmu agar membaca lembaran surat ini. Jika engkau tak berkenan silakan merobeknya setelah engkau membacanya sebagaimana engkau telah merobek-robek hatiku.

Sobat, tujuh tahun yang lalu adalah hari yang penuh bahagia dalam hidupku. Ketika kita masih bersama saat itu.

Sobat, semua orang pasti mengetahui apa makna kalimat ini. Yaitu kumpulan dari kegembiraan dan kebahagiaan serta awal dari perjuangan. Tak kusangka penampilanmu kini setampan itu. Setelah menerima berita gembira itu, aku menerimanya dengan penuh suka cita.

Sobat, perjuanganku tidak bisa dilukiskan dengan apapun. Akan tetapi semua itu tidak mengurangi cintaku padamu dan kegembiraanku menyambut kehadiranmu. Bahkan rasa sayang itu terus bersemi seiring dengan bergantinya hari dan kerinduanku terhadapmu semakin mendalam.

Aku sudah lama memendam perasaan ini dengan kesusahan di atas kesusahan, rasa sakit di atas rasa sakit. Aku gembira dan bahagia bisa ditakdirkan untuk bertemu denganmu, walau hanya sekejap.

Sebuah perjuangan panjang yang mendatangkan fajar kebahagiaan sesudah berlalunya malam panjang. Aku tidak bisa tidur dan memejamkan mata. Aku merasakan rasa sakit yang sangat, rasa takut dan cemas yang tidak bisa aku guratkan dengan pena dan tidak bisa aku ungkapkan dengan kata-kata. Saat itu bercampur aduklah antara air mata tangismu dengan air mata kegembiraanku. Hilanglah seluruh rasa sakit dan perih yang aku rasakan.

Sobat, tahun demi tahun telah berlalu dari umurmu sedangkan aku senantiasa membawamu dalam hatiku. Harapanku setiap hari adalah melihat senyumanmu dan kebahagiaanmu setiap waktu—engkau memintaku sesuatu agar aku lakukan untukmu. Itulah puncak dari kebahagiaanku.

Siang berganti malam sementara aku tetap setia dalam kondisi itu. Senantiasa berkhidmat tanpa adanya lelah, senantiasa bekerja tanpa putus hingga engkau tumbuh dewasa..

Telah lewat masa-masa yang berat. Tapi ternyata engkau bukanlah “sobat” yang selama ini aku kenal. Engkau mengacuhkan diriku dan melupakan aku. Sudah berhari-hari lamanya aku tidak mendengar suaramu. Engkau telah melupakan seeorang yang selama ini merindukanmu siang-malam.

Sobat, aku tidak banyak meminta banyak kepadamu. Aku hanya meminta agar engkau menempatkan diriku seperti halnya engkau menempatkan teman-temanmu yang paling akrab dan yang paling jauh langkahnya bagimu.
Sobat, jadikanlah aku salah satu terminal hidupmu sehari-hari sehingga aku dapat melihatmu walaupun hanya sekejap.

Sobat, telah melemah punggungku dan telah gemetar anggota tubuhku, penyakitpun mulai menggerogoti dan mengunjungiku. Akan tetapi hatiku senantiasa untukmu. Manakah kini balasan dan manakah kesetiaan?

Apakah kerasnya hatimu hingga separah itu, apakah sehari-hari penuh kesibukanmu telah menyita waktumu?

Sobat, sepanjang pengetahuanku selama engkau berbahagia dalam hidupmu, maka akan bertambah kebahagiaan dan kegembiraanku.

Tidak usah heran karena engkau adalah buah cinta dan hatiku. Apa dosaku sehingga engkau memusuhiku dan tidak mau lagi melihatku serta merasa berat untuk mengunjungiku? Apakah aku pernah salah bersikap kepadamu sehingga kau campakkan diriku?

Kini semua hanyalah kisah kenangan yang terbuang dari kehidupan. Dan aku kini tak lagi dapat menyimpannya.

Jika kau ingat kembali, aku tak pernah mengatakannya. Barang sejenak, tidak sama sekali. Tapi kaulah yang memintanya. Atau. Mungkin. Aku yang salah. Tidak seharusnya dulu aku sering bersamamu di kebanyakan waktu.

Jombang, Maret 2012

Do'a (2)
Oleh: M. Fahmi

Begitu besar nian rahmat-Mu, namun begitu buruk kelakuanku. Begitu dekatnya Engkau dariku, namun begitu jauhnya aku dari-Mu. Ya, Allah, dosa telah menutup pandanganku. Mataku rabun meraba dalam gulita jiwaku. Engkau yang lebih mengetahui tentang semua hal dalam diriku. Amalku bukanlah sebuah jaminan. Engkau yang menentukan dalam setiap perjalanan ini. Setiap anggota tubuh ini tunduk, berharap dan bersaksi kepadaMu. Tiada yang lebih terang selain Engkau. Semuanya buram, karena setiap kegaiban memerlukan Irfan. Tiadalah engkau pada jarak kejauhan. Ya Allah, sungguh buta mata bathin ini, karena tiada melihat pengawasanMu.

Selamatkanlah aku dari segala sesuatu yang dapat menjauhkan aku dariMu, dari segala sesuatu yang tak Engkau ridhoi. Bantulah aku agar tidak mencintai dan mencari tempat bersandar abadi kecuali hanya kepadaMu. Ya Allah, bawalah aku mendekati rahmatMu, agar aku segera sampai kepadaMu. Tariklah aku ke dalam karuniaMu, karena aku tak akan pernah sanggup datang menghadapMu, kecuali karena karuniaMu juga.

Tuban, 24.01.2014
M. Fahmi


Selamat membaca tulisan saya yang ada di Kompasiana, https://www.kompasiana.com/mukhammadfahmi